STKIP Hamzar Lombok Utara, SK Kemdiknas RI No. 04/D/O/2011 menerima mahasiswa baru Tahun Akademik 2011/2012, dengan Program S-1 PGSD dan PGPAUD.Tempat Pendaftaran: Adlan Mamnun, Dusun Lendang Mamben Desa Anyar, hp. 081 907 520 004 atau Studio Primadona FM, Ancak Desa Karang Bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara (M. Syairi) hp. 081 917 760 145. Email: ariprimadona@gmail.com,stkiphamzar8@gmail.com###Program Yamtia: Pendirian Perguruan Tinggi D-III Perbankkan Syari'ah, Perguruan Tinggi S-1 Tarbiyah dan kedua Perguruan Tinggi dalam proses perijinan, Pendirian Pasar Ponpes, Bank Syari'ah, dan Pendirian Pusat Kesehatan Ponpes. Bagi Mahasiswa STIKES dan STKIP Hamzar diharap bergabung digrup FB STKIP Hamzar Lombok Utara

Sabtu, 07 Januari 2012

Doktrin Syi'ah Bertentangan Dengan Ahalussunnah Wal Jama'ah

Oleh: Ustadz H. Sahlan Rafiqi

Umat Islam pada umumnya hanya mengenali Syi’ah secara remang-remang. Orang hanya tahu tentang Syi`ah setidaknya terhitung sejak pasca Revolusi Iran. Dimana Syi`ah adalah kelompok yang identik dengan suksesi Ali Radhiyallahu Anhu, pembela hak-hak ahlul bait atau suatu madzhab seperti madzhab yang empat. Dan itu adalah beberapa pemahaman yang dipahami Muslimin awam mengenai hakikat kelompok sesat ini.

Orang tidak tahu bahwa doktrin-doktrin Syi`ah sangat bertentangan dengan pemahaman Ahlussunnah Wal Jama`ah dalam hal pemikiran dan ide-idenya yang spesifik. Karena kalau kita lihat secara historis, asal-usul timbulnya Syi`ah adalah sebagai akibat daripada pengaruh keyakinan-keyakinan orang Persia yang menganut agama raja dan warisan nenek moyang. Orang-orang Persia telah mempunyai andil besar dalam proses pertumbuhan Syi`ah untuk membalas dendam terhadap Islam yang telah menghancur luluhkan kekuatan mereka dengan mengatas namakan Islam sendiri.

Syi`ah tidak mungkin bisa tumbuh dengan cepat seperti sekarang ini kalau bukan dikarenakan jasa-jasa para tokoh-tokoh mereka. Secara historis, diantara tokoh-tokohnya yang menonjol ialah:

Abdullah Bin Saba

Kelahiran Syi`ah diawali ketika seorang Yahudi dari Yaman bernama Abdulloh Bin Saba muncul dan berpura-pura memeluk Islam, mencintai Ahlul Bait (keluarga Nabi), berlebihan dalam menyanjung Ali Bin Abi Thalib, dan menda’wahkan adanya wasiat khusus dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bagi Ali Radhiyallahu Anhu untuk menjadi Kholifah sepeninggal beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, serta pada akhirnya ia mengangkat Ali Radhiyallahu Anhu ke tingkat ketuhanan. Ia mentransfer apa-apa yang ditemukannya dalam ide-ide Yahudi ke dalam ajaran Syi`ah. Seperti Raj`ah (munculnya kembali Imam), menetapkan sifat bada` bagi Alloh yaitu Alloh baru mengetahui sesuatu bila sudah terjadi, para Imam mengetahui hal-hal yang ghaib dan ide-ide lainnya. Ia pernah berkata ketika ia masih menganut agama Yahudi, bahwa Yusha Bin Nun telah mendapat wasiat dari Musa, sebagaimana dalam Islam bahwa Ali juga telah mendapat wasiat dari Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Abdulloh Bin Saba telah berpindah-pindah dari Madinah ke Mesir, Kufah, Fusthath dan Basrah, kemudian berkata kepada Ali: “Engkau, Engkau”, maksudnya Engkaulah Alloh. Sesuatu yang mendorong Ali memutuskan diri untuk membakarnya sebagai hukuman, tetapi Abdulloh bin Abbas Radhiyallahu Anhu menasihatinya agar keputusan itu tidak di laksanakan. Kemudian ia di buang ke Madain.

Al-Kulaini

Ia adalah pengarang kitab “Al Kafi”. Kitab tersebut di kalangan Syi`ah setaraf dengan kitab Shahih Bukhori Muslim di kalangan Ahlus sunnah. Di yakininya bahwa di dalam kitab itu terdapat 16199 buah hadits. Dan hadits sohih yang diriwayatkan dari Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam (pengakuannya) kira-kira 6000 buah hadits. Dan kenyataannya di dalam kitab tersebut banyak terdapat hal-hal yang khurafat dan palsu.

Muhammad Baqir bin Syeikh Muhammad Taqiy “al-Majlisi”

Ia adalah pengarang kitab “Haqul yakin”, yang mengatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Utsman, Muawwiyah, Aisyah, Hafshah, Hindun dan Ummul Hakam adalah makhluk yang paling jelek di muka bumi, mereka itu adalah musuh-musuh Alloh.

Ayatulloh Khumaini

Sosok yang satu ini adalah salah satu tokoh Syi`ah kontemporer, pemimpin revolusi Syi`ah di Iran, yang mengendalikan roda pemerintahan. Ia mengarang buku “Kasyful Asror” dan “Pemerintahan Islam”. Ia pernah mengatakan bahwa agama Ahlussunnah belum sempurna, mengkafirkan Ahlussunnah, menghalalkan harta dan darah Ahlussunnah. Ia hendak memusnahkan golongan Sunni di Iran dan tidak memberikan kesempatan apapun pada golongan ini, sehingga nantinya hanya tinggal nama dan catatan sejarah semata-mata.

Inilah gambaran tentang beberapa tokoh spiritual Syi`ah di samping tokoh-tokoh lainnya, yang mereka memiliki andil yang sangat besar dalam memporak-porandakan Islam dari dalam.

Dan dari hal ini kita tahu bahwa Syi’ah adalah sebuah agama tersendiri yang memiliki doktrin penuh manipulasi dengan berkedok Islam. Oleh karena itu kita semua harus memiliki sikap tegas dalam menolak upaya-upaya untuk menanamkan kesan bahwa Syi’ah adalah bagian dari kaum Muslimin. Wallohu A`lam.

READ MORE - Doktrin Syi'ah Bertentangan Dengan Ahalussunnah Wal Jama'ah

"Syi'ah" Serupa Tapi Tak Sama

Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi’ah. Secara fisik, memang sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Namun jika ditelusuri -terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.
Apa Itu Syi’ah?

Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu’ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Al-Awaji)

Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm)

Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok ini terpecah menjadi lima sekte yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Isma’iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya. (Al-Milal Wan Nihal, hal. 147, karya Asy-Syihristani)

Dan tampaknya yang terpenting untuk diangkat pada edisi kali ini adalah sekte Imamiyyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok sempalan ini terus menerus menebarkan berbagai macam kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan negara Iran-nya.

Rafidhah , diambil dari yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna , meninggalkan (Al-Qamus Al-Muhith, hal. 829). Sedangkan dalam terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, berlepas diri dari keduanya, dan mencela lagi menghina para shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. (Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah Al-Jumaili)

Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar’.” (Ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hal. 567, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah)

Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)

Asy-Syaikh Abul Hasan Al-Asy’ari berkata: “Zaid bin ‘Ali adalah seorang yang melebihkan ‘Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, dan memandang bolehnya memberontak1 terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka:

“Kalian tinggalkan aku?” Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).

Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah.
Rafidhah ini terpecah menjadi beberapa cabang, namun yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan kali ini adalah Al-Itsna ‘Asyariyyah.

Siapakah Pencetusnya?

Pencetus pertama bagi faham Syi’ah Rafidhah ini adalah seorang Yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba’ Al-Himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan.2

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Asal Ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah (orang-orang yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran, pen). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ Az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrim di dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa, pen).” (Majmu’ Fatawa, 4/435)

Sesatkah Syi’ah Rafidhah ?

Berikut ini akan dipaparkan prinsip (aqidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.

a. Tentang Al Qur’an

Di dalam kitab Al-Kaafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih Al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far Ash-Shadiq), ia berkata :

“Sesungguhnya Al Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam (ada) 17.000 ayat.”

Di dalam Juz 1, hal 239-240, dari Abu Abdillah ia berkata:

“…Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihas salam, mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata: ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata: ‘Mushaf 3 kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al Qur’an kalian…’.”
(Dinukil dari kitab Asy-Syi’ah Wal Qur’an, hal. 31-32, karya Ihsan Ilahi Dzahir).

Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin Muhammad At-Taqi An-Nuri Ath-Thabrisi telah mengumpulkan sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab Fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan.

b. Tentang shahabat Rasulullah

Diriwayatkan oleh Imam Al-Jarh Wat Ta’dil mereka (Al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hal. 12-13) dari Abu Ja’far (Muhammad Al-Baqir) bahwa ia berkata:

“Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata: “Siapa tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata: “Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat 144. (Dinukil dari Asy-Syi’ah Al-Imamiyyah Al-Itsna ‘Asyariyyah Fi Mizanil Islam, hal. 89)

Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini berkata:

“Manusia (para shahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: Al-Miqdad bin Al-Aswad, Abu Dzar Al-Ghifari, dan Salman Al-Farisi.” (Al-Kafi, 8/248, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 45, karya Ihsan Ilahi Dzahir)

Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir Al-Husaini Al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlil Bait, hal. 46)

Adapun shahabat Abu Bakr dan ‘Umar, dua manusia terbaik setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan do’a mereka (Miftahul Jinan, hal. 114), wirid laknat untuk keduanya:

“Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka…” (yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah)

(Dinukil dari kitab Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18, karya As-Sayyid Muhibbuddin Al-Khatib)

Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ Al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Dan hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan dan kesucian, hari barakah, serta hari suka ria. (Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 18)

Adapun ‘Aisyah dan para istri Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wasallam- lainnya, mereka yakini sebagai pelacur -na’udzu billah min dzalik-. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hal. 57-60) karya Ath-Thusi, dengan menukilkan (secara dusta) perkataan shahabat Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah:

“Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah…” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin Al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hal. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha)

Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu, Al-Imam Malik bin Anas berkata:

“Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam namun tidak mampu. Maka akhirnya mereka cela para shahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam) adalah seorang yang jahat, karena kalau memang ia orang shalih, niscaya para shahabatnya adalah orang-orang shalih.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hal. 580)

c. Tentang Imamah (Kepemimpinan Umat)

Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling utama3. Diriwayatkan dari Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (2/18) dari Zurarah dari Abu Ja’far, ia berkata:

“Islam dibangun di atas lima perkara:… shalat, zakat, haji, shaum dan wilayah (imamah)…” Zurarah berkata: “Aku katakan, mana yang paling utama?” Ia berkata: “Yang paling utama adalah wilayah.” (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174)

Imamah ini (menurut mereka -red) adalah hak ‘Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu dan keturunannya sesuai dengan nash wasiat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Adapun selain mereka (Ahlul Bait) yang telah memimpin kaum muslimin dari Abu Bakr, ‘Umar dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di muka bumi, serta memperluas dunia Islam, maka sesungguhnya mereka hingga hari kiamat adalah para perampas (kekuasaan). (Lihat Al-Khuthuth Al-‘Aridhah, hal. 16-17)

Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma’shum (terjaga dari segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. Al-Khumaini (Khomeini) berkata:

“Kami bangga bahwa para imam kami adalah para imam yang ma’shum, mulai ‘Ali bin Abu Thalib hingga Penyelamat Umat manusia Al-Imam Al-Mahdi, sang penguasa zaman -baginya dan bagi nenek moyangnya beribu-ribu penghormatan dan salam- yang dengan kehendak Allah Yang Maha Kuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi perkara-perkara yang ada.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 5, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/192)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Minhajus Sunnah, benar-benar secara rinci membantah satu persatu kesesatan-kesesatan mereka, terkhusus masalah imamah yang selalu mereka tonjolkan ini.

d. Tentang Taqiyyah

Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeda dengan keyakinan, dalam rangka nifaq, dusta, dan menipu umat manusia. (Lihat Firaq Mu’ashirah, 1/195 dan Asy-Syi’ah Al-Itsna ‘Asyariyyah, hal. 80)

Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bagian dari agama. Bahkan sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam Al-Kaafi (2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar Al-A’jami:

“Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya sembilan per sepuluh dari agama ini adalah taqiyyah, dan tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak ber-taqiyyah.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/196).

Oleh karena itu Al-Imam Malik ketika ditanya tentang mereka beliau berkata:

“Jangan kamu berbincang dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan dari mereka, karena sungguh mereka itu selalu berdusta.”

Demikian pula Al-Imam Asy-Syafi’i berkata:

“Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal, 2/27-28, karya Al-Imam Adz-Dzahabi)

e. Tentang Raj’ah

Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal. ‘Ahli tafsir’ mereka, Al-Qummi ketika menafsirkan surat An-Nahl ayat 85, berkata:

“Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj’ah, kemudian menukil dari Husain bin ‘Ali bahwa ia berkata tentang ayat ini: ‘Nabi kalian dan Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) serta para imam ‘alaihimus salam akan kembali kepada kalian’.” (Dinukil dari kitab Atsarut Tasyayyu’ ‘Alar Riwayatit Tarikhiyyah, hal. 32, karya Dr. Abdul ‘Aziz Nurwali)

f. Tentang Al-Bada’

Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam Al-Kaafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata):

“Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252).

Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi4.

Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu Al-Khumaini (Khomeini) berkata:

“Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen) di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, dan lebih utama dari masyarakat Kufah dan Iraq di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (Al-Washiyyah Al-Ilahiyyah, hal. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hal. 192)

Perkataan Ulama tentang Syi’ah Rafidhah

Asy-Syaikh Dr. Ibrahim Ar-Ruhaili di dalam kitabnya Al-Intishar Lish Shahbi Wal Aal (hal. 100-153) menukilkan sekian banyak perkataan para ulama tentang mereka. Namun dikarenakan sangat sempitnya ruang rubrik ini, maka hanya bisa ternukil sebagiannya saja.

1. Al-Imam ‘Amir Asy-Sya’bi berkata:

“Aku tidak pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (As-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin Al-Imam Ahmad)

2. Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri ketika ditanya tentang seorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar, beliau berkata:

“Ia telah kafir kepada Allah.” Kemudian ditanya: “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata: “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)

3. Al-Imam Malik dan Al-Imam Asy-Syafi’i, telah disebut di atas.

4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata:

“Aku tidak melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah) itu orang Islam.” (As-Sunnah, 1/493, karya Al-Khallal)

5. Al-Imam Al-Bukhari berkata:

“Bagiku sama saja apakah aku shalat di belakang Jahmi, dan Rafidhi atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh -red). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hal. 125)

6. Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata:

“Jika engkau melihat orang yang mencela salah satu dari shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita haq, dan Al Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur’an dan As Sunnah adalah para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh mereka mencela para saksi kita (para shahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah.” (Al-Kifayah, hal. 49, karya Al-Khathib Al-Baghdadi)

Dalam press releasenya melalui email dan sms, salah seorang anggota Forum Pelajar Indonesia Makkah, Sahlan Rafiqi menyatakan bahwa syi"ah memang sesat dan menyesatkan, namun dia menyayangkan aksi kekerasan di daerah Sampang. Menurut pelajar yang menjadi santri di Makkah ini bahwa aksi-aksi kekerasan harus dihndari, yang seharusnya dilakukan adalah mendakwahi dan meluruskan pemahaman mereka. Dia juga meminta para ulama harus berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan bagaimana hakikat syiah dan menghimbau masyarakat untuk tidak melakukan tindakan kekerasan. (tim forpim)
READ MORE - "Syi'ah" Serupa Tapi Tak Sama

Sabtu, 17 Desember 2011

Sejarah Singkat Berdirinya Maraqitta'limat Buol, Toli-toli


Buol, Toli-toli. Mengingat akan pentingnya penddidikan agama  bagi  warga transmigrasi  khususnya saat itu dan  umumnya  ummat islam yang berada dilokasi transmigrasi, maka muncullah sebuah gerakan yang  diseponsori  oleh tokoh tokoh Agama dan tokoh masyarakat dari semua elemen  untuk mendirikan sebuah institusi keagamaan  berupa pondok pesantren. Sehingga atas dasar musyawarah tersebut  pada tanggal 1 Juli 1993  didirikan sebuah musholla dengan ukuran  9x8 metrer persegi. Oleh sekelompok masyarakat transmigran asal  Tembeng putik (Lombok timur)  bangunan tersebut digunakan sebagai tempat mendidik anak-anak mengaji dan membaca kitab-kitab klasik rendahan  seperti matan jurumiyah hadis arba’in  dan daqo’ikul khobar. Sejalan dengan lajunya pembangunan maka setahun kemudian dibangun lagi sebuah bangunan  dengan ukuran 9x6 m2 prsegi sebagai tempat  anak anak menginap.

Waktu demi waktu terus bergulir mengiringi lajunya perkembangan di segala aspek kehidupan sosial. Tetapi keberadaan pondok pesantren  Maraqitta’limat yang dikelola dengan keterbatasan menejemen sumber daya manusianya terus terpuruk. Sehingga menghampiri kemacetan proses belajar mengajar.

Melihat kondisi selama beberapa tahun belum banyak perkembangannya maka muncullah pemikir pemikir baru dari kalangan masyarakat seperti  Anwar ari (Azizul anwar) Amaq Syukran, Ma’mun Rohiman  untuk memotifasi Ust. Nazam  agar melakukan berbagai upaya dalam rangka memenej  semua asset masyarakat  yang dalam hal ini pondok pesantren maraqitta’limat.

Dalam interval waktu yang tidak terlalu lama berbagai  cobaan dan rintangan selalu membututi  ust. Nazam dalam  mengupayakan pondok pesantren ini  agar dapat berdiri sama dengan  pondok pesantren lain di wilayahnya. Alhamdulillah tepatnya pada tanggal 18 April  2007  pondok pesantren ini mendapat piagam  dari Kantor  Departemen  Agama Kabupaten Buol dengan  Nomor : Kd.22.06/4/Kp.08.8/197/2007 Dengan No.Statistik. 51.2.72.06.08.005. Piagam tersebut ditandatangangi oleh Kandepag  Buol  Bapak  SOFYAN AB.TIMUMUN, Sag. dan pada tahun yang sama.
   
Peletakan  batu pertama pembangunan  gedung asrama  santri dilakukan oleh  Bupati Buol  yang pada waktu itu  Bapak  Drs.Abdul Karim Hanggi dan wakil beliau  Bapak Ali Naok,Ba. Sambil beliau menyerahkan sejumlah buku  sebagai langkah awal  pengembangan perpustakaan pondok pesantren. Dengan terbitnya  piagam dimaksud menandakan bahwa keberadaan pondok pesantren maraqitta’limat  telah memenuhi syarat untuyk menyelenggarakan  program pendidikan terutama  program wajib belajar sembilan tahun. Yang berarti  berhak juga mendapatkan  dana operasional pesantren (BOS).

Pondok pesantren Maraqitta’limat menerima dana BOS  pada  tahap III dan IV TH 2007 SEJUMLAH. Rp.11 000.000,- dana tersebut sebagian besar dipakai untuk merehab  asrama santri  yang saat itu masih berkubang beratapkan langit.
Bebagai upaya terus dilakukan termasuk mengusulkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Buol melalui proposal tertanggal 10  Mei 2007, yang kemudian direspon oleh Bupati Buol (Bapak H.Amran.H.A.Batalipu,SE,MM) Sehingga pada tanggal 15 September  2008 Pondok pesantren  Maraqitta’limat melaui Dinas pendidikan pemuda dan olahraga  Kabupaten Buol  mendapat bantuan gedung  dan sarana, prasarana pendidikan dengan jumlah Rp.3.28.400.000,-dari DAK bidang pendidikan  tahun anggaran 2008.

Kini pondok pesantren Maraqitta’limat telah memiliki  empat ruang belajar dan enam ruang asrama serta satu unit musholla ditambah  tiga bilik MCK.

Keberadaan Pondok pesantren maraqitta’limat di kabupaten Buol  sangat responsible, karena sebagai partner pemerintah daerah dalam mewujudkan program pendidikan gratis yang bermutu berlandaskan moralitas agama  dalam rangka membentengi generasi bangsa  untuk menentukan arah masa depan yang lebih gemilang. (Nazam)



PROFIL PONDOK PESANTREN MARAQITTA’LIMAT

A.Nama Pondok  pesantren          :  Pondok pesantren  MARAQITTA’LIMAT
     Badan hokum                            :  Yayasan Maraqitta’limat Buol
     Notaris  No                                 :  06-03-2007
     Reggistrasi  Men.Hu.Ham        ;  No; C-359 HT.01.02.2007
                                                             Tgl: 05 November 2007.
                                           
      No.Piagam Wajardikdas          :  Kd.22.06/4/Kp.08.8/197/2007
      No.Satistik                                  :  51.2.72.06.08.005
      Alamat                                        : Jl.Rinjani No.10 Modo
      Desa                                            :  Modo
      Kecamatan                                 :  Bukal
      Kabupaten                                 :   Buol
      Propinsi                                      :   Sulawesi tengah

      Pendiri;                                        1.Ust.Nazam
                                                            2.Ma’mun  Rohiman.
                                                            3.Amaq.Syukran
                                                            4.Ust Anwar  Arif
                                                            5.Loq.Su’aidi
                                                            6.Ust.Syamsudin Syamsuriyah

       Pimpinan PPs                               : Ust. N  a z a m
       Sarana dan prasarana pondok pesantren  maraqitta’limat terdiri Dari
       Lahan  seluas 10 Ha terdiri dari 1 Ha lokasi bangunan dan 9.Ha.lahan
       Penngembangan, yang sementara ditanamai berbagai komoditi seperti Nilam
       Sayuran/holtikultura ,seperti bawang merah ,Cabwe, dan tanaman kacang kacangan.
     
       Disamping usaha tersebut diatas pondok pesantren Maraqitta’limat juga
       mengembangkan usaha,koprasi pondok pesantrenKOPTANAPONTREN
       POSKESTREN (pos kesehatan pondok pesantren   yang tenaga  baru dua orang
       Keluaran AKPER  Toli  Toli.
     
       Sementara  usaha dibidang ketrampilan terdiri dari anyaman bambu dan rotan
       Pertukangan kayu dan batu perbelan.
     
       Kesenian yang dikembangkan  pondok pesantren  Maraqitta’limat adalah seni kalig
       Rafi,qiro’at  dan nasyid,serta rebana qosidah.
      
       PENDIDIKAN
       
       1.Formal.
          Pendidikan diniyah dasar    dengan jumlah santri; 10 putra dan 10 putri
          Pendidikan diniyah menengah(PDM) 20 putri dan 10 putri
          Pendidikan  Diniyah   A t a s(PDA) = 10 putra dan 15 putri
          Madrasah diniya ini  telah terdaftar di depag kab.Buol  DENGAN
          No.piagam 41.2.72.06.08.004
       2.Informal
          Salafiyah ula  dengan jumlah santri= 64  orang putra/putri
           Salafiyah wustho dengan jumlah siswa= 31 orang putra putri
             
        3.Non formal
           Majlis ta’lim  bernama majlis ta’lim Al.Aurad
           T.P.A = 3 BUAH (1.TPA.Daslailul muttaqin.2.TPA Tangga pendidikan,
           3.TPA Nurul Huda.
         
           Kitab kajian antara lain: Bulugul maram,matan jurumiyah ,daqoikulkhobar fathu
           Karib, fathul mu’in,sarah dahlan  dan lain lain.
           KATEGORI SANTRI
           1 santri mukim terdiri dari 40 orang putra putri
           2.Santri tidak mukim  60 orang
           3. selebihnya santri kalongan
          VISI Pondok pesantren Maraqitta’limat.                                                                                   “        MULIA DALAM AHLAQ,DAN UNGGUL DALAM IPTEK”
    
          MISIPondok pesantren Maraqitta’limat antara lain.

         1.Pemberdayaan komponen pondok pesantren sesuai dengan kompetensi
         2.Mengusahakan pembangunan fisik  denganb sarana prasarana yang memadai
         3. Menciptakan lingkungan pondok pesantren yang aman,nyaman  dan kondusif.
         4.mengedepankan kereligiusan dalam upaya pematrian  watak ilmuan yang aga
            mawan dan  dan agamawan yang ilmuan.
        5.Pengelolaan kurikulum pondok pesantren yang integral  dan kompetitif.
               

         USAHA SOSIAL PONDOK PESANTREN MARAQITTA’LIMAT
         Pondok pesantren Maraqitta’limat disamping mengelola pendidikan juga                         
         berupaya membantu masyarakat  dalam bentuk panti Asuhan untuk mena
         mpung yatim piatu,piati,yatim dan  kaum du’afa’ terdiri dari: yatim = 10 ora
         Piatu= 5 orang dan yatimpiatu= 10 orang du’afa’ 15 orang .jumlah semua =40
                                                                      
        Usaha sosial lain yang sementara direncanakan adalah;
         PUSAT PENDIDIKAN DAN REHABILITASI PENYANDANG CACAT. (www.suarakomunitas.net)
READ MORE - Sejarah Singkat Berdirinya Maraqitta'limat Buol, Toli-toli

Usaha Maraqitta'limat Buol dalam Membentengi Generasi Muda

Buol, Toli-toli. Sejarah telah banyak berbicara  bahwa keambrukan suatu bangsa  diakibatkan karena kebodohan, keterbelakangan, dan kebablasan  moral agama anak bangsanya. Oleh karena itu  pencegahan prefentif melalui pendidikan agama dan keagamaan tidak boleh dipandang remeh.

Pondok pesantren Maraqitta’limat tampil dengan berbagai menu pendidikan  dan usaha sosial dalam rangka membentengi generasi bangsa  untuk meniti jalan menuju  generasi bangsa yang mardhotillah. Seperti; mengembangkan potensi sumberdaya manusia yang berkwalitas ganda  melalui program  pembinaan Dai, pendidikan formal keagamaan seperti  pendidikan Diniyah  Dasar, pendidikan diniyah menengah (PDM), PENDIDIKAN Diniyah Atas (P.D.A) informal keagamaan seperti pengajian kitab-kitab klasik sebagai  pelestarian sejarah peradab Islam yang pernah diperhitungkan dunia.

Disamping   itu pondok pesantren  Maraqitta’limat  juga melaksanakan pendidikan  nonformal seperti;  Taman pendidikan ALQur’an, taman kanak-kanak AlQur’an, Majlis ta’lim. Sedangkan usaha sosial  yang kini sementara diprogramkan  dan sementara berjalan adalah Panti  Asuhan Maraqitta’limat yang kepengurusannya dilimpahkan kepada santri-santri  senior dalam rangka penerapan pembelajaran  menejemen sosilal kemasyarakatan. (Nazam)
READ MORE - Usaha Maraqitta'limat Buol dalam Membentengi Generasi Muda

Sabtu, 03 Desember 2011

Kesadaran Masyarakat KLU Akan Pentingnya Pendidikan Meningkat

LOMBOK UTARA - Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Hamzar, H. Mashal, SH. MM, menilai, kesadaran masyarakat Kabupaten Lombok Utara (KLU) akan pentingnya pendidikan dan perguruan tinggi cukup meningkat dan membanggakan.

Penilaian tersebut dikemukakan H. Mashal, ketika ditemui di gedung STKP Hamzar komplek Perguruan Yayasan Maraqitta’limat Kecamatan Bayan kemarin. Menurutnya, sejak KLU dimekarkan dua tahun lalu menjadi sebuah kabupaten, kesadaran akan pentingnya menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi terus mengalami peningkatan, sehingga yayasan Maraqitta’limat mendirikan sebuah perguruan tinggi yaitu STKIP Hamzar di konplek perguruan Maraqit Lokok Aur Desa karang bajo Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara.

“Untuk memperoleh perijianan sebuah perguruan tinggi itu memang cukup sulit. Buktinya, untuk mendirikan STKIP Hamzar di KLU itu membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar enam tahun, harus bolak-balik ke Jakarta, hingga pada tahun 2011 SK Mendiknas RI nomor 4/D/O/2011 tanggal 7 januari, ijin STKIP hamzar baru bisa kita peroleh”, kata H. mashal.

Kendati satu-satunya STKIP yang sudah mendapat perijinan di KLU, lanjut H. Mashal, namun kadang-kadang masih ada sebagian warga yang ragu, dan ini perlu disosialisasikan. “Bahkan masih ada yang mempertanyakan apakah ini sudah terakreditasi. Padahal dalam aturan perguruan tinggi baru dilakukan akreditasi (pembinaan) setelah berdiri dua tahun”, jelasnya.

Sebagai tanda sebuah lembaga perguruan tinggi yang memperoleh perijinan itu, pertama-tama pengelolanya akan diberikan nomor dan password Dikti, diundang mengikuti pertemuan di Kopertis VIII Bali, dan diberikan bantuan oleh pemerintah. Jadi kalau ada perguruan tinggi swasta yang mengaku sudah memiliki ijin, maka perlu ditanya, apakah mereka sudah mendapat nomor dan paswordnya Dikti yang harus dirahasiakan. “Bila belum ada itu artinya belum memiliki perjinan. Dan Alhamdulillah, semuanya itu STKIP hamzar KLU sudah diberikan”, ungkap H. Mashal bersyukur.

“Jadi masyarakat KLU, tidak perlu lagi ragu memasukkan anak-anak mereka di STKIP Hamzar, karena satu-satunya perguruan tinggi di KLU yang sudah mendapat SK Kemdiknas RI, dengan membuka dua jurusan yaitu S-1 PGPAUD dan S-1 PGSD”, tambahnya.

Mengapa membuka jurusan PGSD dan PGPAUD tidak jurusan lainnya?  Menjawab pertanyaan tersebut, H. Mashal menjelaskan, bahwa sesuai program pemerintah bahwa pada tahun 2014 mendatang, semua guru yang mengajar di baik di SD maupun di MI harus S-1 PGSD, sementara di KLU, masih banyak guru-guru setingkat sekolah dasar yang belum sarjana. “Jadi dengan adanya STKIP Hamzar ini, membuka peluang yang bukan saja bagi tamatan SMA, Aliyah, SMK dan setingkat lainnya, tapi juga bagi guru-guru yang belum sarjana”, jelasnya.

Sementara S-1 PGPAUD dibuka, karena mengingat khususnya di NTB belum memiliki sarjana PAUD. Padahal sesuai penjelasan dari stap ahli menteri Mendiknas pada acara pertemuan di Kopertis wilayah VIII di Bali pada pertengahan Juni lalu, bahwa  pada tahun 2045 mendatang, para siswa-siswi PAUD inilah yang akan memimpin negeri ini, entah menjadi pejabat Negara, pengusaha dan lainnya. “Dengan dasar inilah S-1 PGPAUD terus kita galakkan untuk mencetak guru-guru handal khususnya dibidang pendidikan anak usia dini”, jelasnya.

Terkait keberadaan STKIP Hamzar, Bupati KLU, H. Djohan Sjamsu, SH dalam sebuah kesempatan mengaku bersyukur atas berdirinya sebuah perguruan tinggi yang sudah memiliki perijinan. “Maraqit telah berperan aktif meningkatkan sumber daya manusia di KLU. Insya Allah mulai tahun 2012 mendatang semua perguruan swasta kita akan bantu”, katanya.

Bupati minta kepada generasi penerus termasuk mahasiswa yang menuntut ilmu di STKIP Hamzar, untuk terus belajar, lebih-lebih dewasa ini kemajuan teknologi sudah tak terbendung lagi dan cukup membantu kemajuan pendidikan. Namun disisi lain, kemajuan teknologi juga bisa membawa dampak negatif.

Sementara Pembina Yayayasan Maraqitta’limat NTB, TGH. Hazmi Hamzar ketika ditemui Corong Rakyat mengatakan, perjuangan mendirikan perguruan tinggi cukup panjang bahkan bertahun-tahun, namun seperti menjadi momentum sejarah, bahwa ketika H. Djohan Sajmsu, SH naik menjadi bupati, ijin STKIP Hamzar di KLU pun keluar.
“Yang pertama kali menandatangani rekomendasi pendirian STKIP Hamzar adalah Bapak Djohan yang ketika itu menjadi Sekda KLU. Dan begitu naik menjadi bupati ijin oprasionalpun keluar, dan ini patut kita syukuri”, katanya seraya menegaskan, bawa jama’ah Yamtia tetap komit mendukung bupati dan wakil bupati KLU”, tegasnya.

Yamtia, lanjutnya telah mengantongi dua ijin Perguruan Tinggi (PT), yaitu STIKES Hamzar di Lombok Timur dan STKIP Hamzar di Lombok Utara. Sementara dua ijin PT lainnya yaitu PT Perbangkan Syari’ah dan Tarbiyah masih dalam proses.

Selain itu, Yamtia juga mendirikan beberapa SMK, seperti SMK Kesehatan Hewan, Pertanian, Tataboga, Otomotif, Blog Beton dan SMK Kesehatan. Semua ini dilakukan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga handal dibidangnya dan sebagai pekerja profesional sekaligus dalam rangka mengatasi persoalan umat kedepan kedepan.

Ditegaskan, kewajiban kita sebagai umat Islam adalah mendatangkan kemaslahatan kepada umat agar tetap hidup dalam lindungan Allah SWT. “Semua perjuangan ini akan sukses bila kita bersatu dan saling memaafkan antar sesame”, jelas H. Hazmi yang juga anggota DPRD NTB ini. (ari/wartawan Corong Rakyat)

READ MORE - Kesadaran Masyarakat KLU Akan Pentingnya Pendidikan Meningkat

Jumat, 04 November 2011

Paud Tunas Bangsa Didik 16 Siswa

Lombok Utara - Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Tunas Bangsa Yayasan Maraqitta’limat yang terletak di Dusun Teluk Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara yang berdiri tahun 2011 mendidik 16 siswa.

Demikian dikatakan pendiri PAUD Tunas Bangsa, Hurnain, ketika ditemui, (4/11/11. Menurutnya, tujuan mendirikan PAUD ini, untuk mengantisipasi dampak negatif dari budaya yang berkembang yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

PAUD Tunas Bangsa ini memiliki 5 tenaga pengajar, dan siswanya selalin dididik keagamaan juga sejak dini diajarkan bagaimana cara bertani untuk menghijaukan lingkungannya.

Pendirian PAUD ini dibentuk berdasarkan  UU No. 23, tentang perlindungan anak, UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang sekaligus dikuatkan denghan SK pendirian PAUD Yayasan Maraqitta’limat.

“Dan sekarang ini tinggal mengurus ijin oprasional yang dipersiapkan oleh pengurus PAUD itu sendiri”, kata  Adlan Mamnun, pinpinan cabang Yayasan Maraqitta’limat. (ari)
READ MORE - Paud Tunas Bangsa Didik 16 Siswa

Kamis, 20 Oktober 2011

Hikmah Memaknai Bencana

Oleh KH Said Aqil Siradj

Bencana datangnya tak mudah diterka. Sedangkan, berbagai bencana dahsyat yang terjadi selalu diwarnai oleh beragam penjelasan, sikap, dan pola tindakan. Bencana seolah tak mampu menghadirkan keimanan baru yang semakin memusatkan kepercayaan pada sumber utama kehidupan yakni Allah SWT. Sebabnya, masih  sedemikian menancapnya kepercayaan mitologis yang bernuansa takhayul dan khurafat.

Jarak mitos dan nalar rasional pun kian merenggang. Fenomena alam masih lebih banyak dikonstruksi oleh mitos ketimbang ilmu pengetahuan. Demikian dahsyat dan kompleksnya perilaku alam, ilmu pengetahuan, dan teknologi pun masih belum sepenuhnya mampu mencandra geliat alam semesta dengan validitas yang tinggi. Di sela-sela "kenisbian" ini, lalu mitologi pun kian mekar ketimbang sains modern.

Bagaimana agama memaknai bencana? Dalam panduan ajaran Islam, bencana adalah "musibah", bukan petaka atau "azab". Kendati, boleh jadi terdapat dimensi azab Tuhan di dalamnya terutama dalam menghukum perilaku manusia yang merusak (fasad) di alam semesta. Suatu musibah, tentu selalu memerlukan kepasrahan iman dalam sabar dan tawakal, juga hikmah bagi kehidupan. Para korban tak boleh berlama-lama dalam duka dan nestapa, karena jalan hidup masih terbuka dan dibukakan Tuhan. Bencana bukan akhir segala-galanya.

Musibah dalam khazanah Islam adalah apa yang telah menimpa (ashaba) secara tidak menyenangkan, dari yang berkadar ringan hingga berat. Sebab, musibah bisa beragam. Karena ulah manusia sendiri, baik diri sendiri maupun orang lain, yang menyebabkan penderitaan hidup. Atau, karena ulah hukum alam sebagaimana bencana gempa, banjir, tsunami, dan gunung meletus. Kita ingat,  hukuman Tuhan seperti yang menimpa kaum Madyan, Saba, dan Firaun, adalah ulah manusia yang berbuat "fasad" (kerusakan). 

Bagi setiap orang beriman, musibah apa pun sebab dan jenisnya, betapapun menyakitkan dan menyengsarakan, akhirnya harus diterima sebagai kenyataan "qadha dan taqdir" yang memerlukan pengimanan. Itulah, makna dari rukun iman yang keenam, iman kepada ketentuan Allah yang menimpa diri kita. Dengan naik (mi'raj) ke langit iman, maka siapa pun yang mengalami musibah, seberat apa pun, akhirnya akan sampai ke titik keseimbangan. Titik harmoni dalam suasana jiwa yang thuma'ninah dan mutmainah.

Kosmologi "musibah" dalam mengonstruksi bencana, juga memerlukan ikhtiar-ikhtiar dan pertobatan baru bagi siapa pun yang menjalani kehidupan selama ini. Nabi Yusuf, Ibrahim, Ismail, dan Nabi Muhammad SAW memberi teladan bagaimana menghadapi dan mengubah musibah menjadi suatu energi "kesabaran yang indah" (QS al-Ma'rij: 5; Yusuf: 18, 82), juga menghasilkan sikap "syukur", sebagaimana layaknya orang-orang yang tercerahkan dan mencerahkan kehidupan dalam sosok "ulul azmi" (QS al-Ahqaf: 35).

Musibah bahkan diubah menjadi kepasrahan bertauhid dengan simbol inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, sebagaimana menjadi pakaian orang-orang yang sabar yang bermuara pada raihan berkah dan rahmat Allah (QS al-Baqarah: 155-157). Redaktur: Siwi Tri Puji B
READ MORE - Hikmah Memaknai Bencana

Selasa, 04 Oktober 2011

Etika Berbicara

Oleh: Hamzah Zaelani

Allah berfirman: "Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir." (QS Qâf [50]:18)

Kebanyakan dari kita tidak menyadari bahwa apa yang kita ucapkan akan ada catatannya. Kita seenaknya saja berkata-kata. Bahkan terkadang kita mengeluarkan kata-kata yang tidak disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Alih-alih bisa menyejukkan hati orang yang mendengarnya, kata-kata yang keluar dari mulut kita kebanyakan kata-kata yang bisa menjadikan hati membatu, lebih jauhnya lagi memicu permusuhan dan pertengkaran. Baik kita melakukannya secara langsung maupun melalui alat-alat komunikasi.

Sekarang ini, tidak sedikit orang yang dijebloskan ke penjara hanya gara-gara menuliskan sebuah kalimat di jejaring sosial yang mengandung pelecehan. Di dunia saja kata-kata yang kita ucapkan sudah diperhitungkan orang lain, apalagi di akhirat kelak. Ingat pepatah mengatakan “mulutmu adalah harimaumu.” Oleh karena itu, kita harus pandai-pandai menjaga lisan kita. Jika lisan kita terjaga maka kita akan selamat.

Islam telah memberikan peraturan kepada kita dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam cara berbicara atau berkomunikasi. Rasulullah Saw. Mengaitkan kesempurnaan iman seseorang dengan perkataan yang keluar dari lisannya. Beliau bersabda: "Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diamlah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Perkataan yang baik adalah perkataan yang mengandung hikmah dan bisa mendekatkan diri kepada Allah. Dan contoh terbaik yang bisa kita ikuti dalam bertutur adalah Rasulullah Saw, para sahabat dan salafushalih. Ada beberapa etika yang harus kita perhatikan dalam berbicara atau bercakap-cakap dengan orang lain. Dalam al-Wafi disebutkan beberapa etika berbicara, diantaranya:

#1  Hendaklah kita membicarakan sesuatu yang bermanfaat, dan menahan diri dari pembicaraan yang mengandung sesuatu yang diharamkan. Allah Swt berfirman: "Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna," (Qs al-Muminûn [23]:3). Lagha dalam ayat ini maksudnya adalah perkatataan/pembicaraan yang bathil, seperti ghibah, namimah, dan sebagainya.

#2 Hendaklah kita tidak banyak membicarakan hal-hal yang mubah, karena akan menjurus kepada sesuatu yang haram dan makruh. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah kalian banyak berkata-kata kecuali perkataan yang mengandung dzikrullah, karena banyak berkata-kata yang tidak mengandung dzikrullah akan membuat hati membatu, sedangkan sejauh-jauhnya manusia adalah orang yang keras hatinya.” (HR Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar).

Dalam sebuah riwayat ‘Umar ra.berkata,”Siapa saja yang banyak berbicara/berkata-kata maka akan sering pula ia tergelincir, siapa saja yang banyak tergelincir maka akan banyak pula dosanya, dan siapa saja yang dosanya maka nerakalah tempat yang lebih utama baginya.”

#3 Hendaklah kita berbicara sesuai dengan kebutuhan, atau dalam rangka menerangkan kebenaran, dan amar makruf nahyi mungkar, sehingga diharapkan dari hal tersebut kita dapat mengambil pelajaran berupa sifat-sifat yang mulia dan meninggalkan perbuatan maksiat, karena jika diam/ tidak banyak mengomentari kebenaran dengan komentar yang bukan-bukan maka setan pun akan termangu dan tidak akan bisa berbuat banyak.

Itulah beberapa di antara etika berbicara yang harus kita perhatikan. Apalagi di zaman sekarang ini, kebanyakan orang lebih senang membicarakan sesuatu yang sia-sia dan lebih nyaman mendengarkan syair-syair yang tidak bermutu daripada mendengarkan ayat-ayat suci dan menyebut-nyebut asma Allah. Sehingga peluang untuk mendapatkan rahmat Allah terasa sangat jauh. Dengan menjaga lisan kita dan membiasakannya untuk mengeluarkan kata-kata yang bermakna dan bermanfaat maka kita memiliki peluang yang sangat besar meraih keridoan dan rahmat-Nya.

Penulis adalah sahabat Republika Online, ketua bidang Jamiyah Pemuda Persis Garut
READ MORE - Etika Berbicara

Rabu, 28 September 2011

Deradikalisasi Makna Jihad

Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar

Jihad adalah sesuatu yang amat mulia dan luhur. Jihad berasal dari akar kata jahada, berarti bersungguh-sungguh. Dari akar kata ini membentuk tiga kata kunci, yakni jihad (perjuangan dengan fisik), ijtihad (perjuangan dengan nalar), dan mujahadah (perjuangan dengan kekuatan rohani).

Ketiga kata tersebut mengantarkan manusia untuk meraih kemuliaan. Jihad yang sebenarnya adalah jihad yang tidak pernah terpisah dengan ijtihad dan mujahadah. Jihad harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan kekuatan ijtihad dan mujahadah.

Jihad tanpa perhitungan matang, apalagi mendatangkan mudarat lebih besar kepada orang yang tak berdosa, tidak tepat disebut jihad. Boleh jadi, itu tindakan nekat atau sia-sia yang dilegitimasi dengan dalil agama. Bahkan, itu mungkin tindakan keonaran (al-fasad).

Jihad bertujuan untuk mempertahankan kehidupan manusia yang bermartabat, bukannya menyengsarakan, apalagi menyebabkan kematian orang-orang yang tak berdosa. Sinergi antara jihad, ijtihad, dan mujahadah inilah yang selalu dicontohkan Rasulullah.

Jihad Rasulullah selalu berhasil dengan mengesankan. Di medan perang dan di medan perundingan, ia selalu menang, disegani, dan diperhitungkan kawan dan lawan. Jihad Rasul lebih mengedepankan pendekatan soft of power.

Ia lebih banyak menyelesaikan persoalan dan tantangan dengan pendekatan nonmiliteristis. Ia selalu mengedepankan cara-cara damai dan manusiawi. Bentrok fisik selalu menjadi alternatif terakhir. Itu pun dilakukan sebatas untuk  pembelaan diri.

Kalau terpaksa harus melalui perang fisik terbuka, Nabi selalu mengingatkan pasukannya agar tidak melakukan tiga hal, yaitu tidak membunuh anak-anak dan perempuan, tidak merusak tanaman, dan tidak menghancurkan rumah-rumah ibadah musuh.

Kalau musuh sudah angkat tangan, apalagi kalau telah bersyahadat, tidak boleh lagi diganggu. Rasulullah pernah marah kepada panglima angkatan perangnya, Usamah, lantaran Usamah membunuh seorang musuh yang terperangkap lalu mengucapkan syahadat.

Nabi bersabda, "Kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah yang menghukum apa yang tak tampak (akidah)." Akhlakul karimah tidak pernah ia tinggalkan sekalipun di medan perang.

Kemuliaan jihad tak perlu diragukan. Seseorang yang gugur di medan jihad akan langsung masuk surga, bahkan kalau terpaksa, "Tidak perlu dikafani, cukup dengan pakaian yang melekat di badannya, karena bagaimanapun yang bersangkutan akan langsung masuk surga," kata Rasulullah.

Namun, kekuatan ijtihad tidak kalah pentingnya dengan jihad secara fisik. Nabi secara arif pernah menyatakan, "Goresan tinta pena ulama lebih mulia daripada percikan darah para syuhada."

Demikian pula dengan kekuatan mujahadah, Nabi pernah menyatakan pernyataan seusai peperangan hebat, "Kita baru saja kembali dari medan perang kecil ke medan perang yang lebih besar, yaitu melawan hawa nafsu." Menaklukkan hawa nafsu bagian dari fungsi mujahadah.
Redaktur: Siwi Tri Puji B
READ MORE - Deradikalisasi Makna Jihad

Senin, 26 September 2011

Hukum Memakai Cadar Dalam Pandangan Imam Empat Madzhab


Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.


Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتها . وأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)
Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamad madzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفين . وعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)
Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf (semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)
Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1.     Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengan tabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2.     Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka.  ‘Aisyah Radhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.

Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
READ MORE - Hukum Memakai Cadar Dalam Pandangan Imam Empat Madzhab

Awan, Cairan yang Mengambang


dakwatuna.com - Apakah sebenarnya awan itu?
Awan adalah air yang mengambang di udara. Jika dalam jumlah yang banyak maka akan terbentuk hujan lebat yang turun ke bumi menghasilkan air sumur, sungai, telaga, dan mata air yang dapat kita minum, kita gunakan untuk menyiram tanaman, dan diminum pula oleh hewan ternak kita.

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَلَكَهُ يَنَابِيعَ فِي الْأَرْضِ ثُمَّ يُخْرِجُ بِهِ زَرْعًا مُّخْتَلِفًا أَلْوَانُهُ

“Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya...” (QS. Az-Zumar: 21).

Bagaimana awan terbentuk?

Allah SWT mengirimkan panas matahari untuk menguapkan air di permukaan laut. Uap air laut yang telah menjadi tawar naik ke atas namun hanya sampai ke ketinggian tertentu agar ia dapat menjadi rahmat bagi hamba-hamba Allah SWT. Demikianlah Allah SWT menetapkan sunnah-Nya di alam semesta, Ia tetapkan air laut yang asin berubah menjadi hujan yang tawar dan amat dibutuhkan oleh manusia.

Bagaimana Sunnatullah dalam pembentukan awan ini?

Pertama, Allah SWT menjadikan panas matahari serta angin sebagai penyebab naiknya uap air laut ke ketinggian yang melebihi ketinggian gunung agar kumpulan uap air itu tidak terhalang oleh gunung ketika ia bergerak dari atas laut menuju tengah-tengah daratan. Allah SWT menguapkan air laut tanpa disertai unsur garamnya agar dapat diminum oleh manusia, hewan dan tumbuhan.

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ﴿٦٨﴾أَأَنتُمْ أَنزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنزِلُونَ﴿٦٩﴾لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلَا تَشْكُرُونَ﴿٧٠﴾

“Maka Terangkanlah kepadaKu tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya? Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” (QS. Al-Waqi’ah: 68-70).

Kedua, Allah SWT Dialah yang telah menjadikan angin dan panas matahari sebagai sebab terangkatnya uap air dari laut melebihi tinggi rata-rata gunung seperti firman-Nya:

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus.…”  (QS. Al-A’raf: 57).

Makna أَقَلَّتْ   pada ayat di atas adalah membawa dan mengangkat.

Allah SWT menjadikan suhu yang dingin di udara semakin dingin sampai pada ketinggian 8 mil saja. Ini membuat air tidak dapat melebihi ketinggian tersebut.

Mengapa semakin ke atas suhu semakin dingin?

Seharusnya semakin kita naik ke atas kita akan semakin merasakan panas karena jarak dengan matahari relatif semakin dekat. Namun di bawah ketinggian 8 mil keadaan justru sebaliknya. Ini dimaksudkan agar uap air tidak terus naik ke atas sehingga tidak kering atau hilang.

وَأَنزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَسْكَنَّاهُ فِي الْأَرْضِ ۖ وَإِنَّا عَلَىٰ ذَهَابٍ بِهِ لَقَادِرُونَ﴿١٨﴾

“Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS. Al-Mu’minun: 18).

Bagaimana pengumpulan uap air dapat terjadi?

Uap air itu amat ringan dan tak dapat dilihat, karenanya ia naik ke atas. Lalu Allah SWT mengirim angin yang membawa zat-zat tertentu yang berfungsi mengumpulkan uap-uap air itu di sekelilingnya sehingga terbentuk gumpalan besar uap air yang kita lihat sebagai awan. Awan yang berat dengan uap air itu membantunya untuk tidak terus naik ke atas.

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ﴿٤٨﴾

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, Maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS. Ar-Rum: 48).

Di samping kedua sunnatullah yang telah disebutkan (sunnah Allah SWT berupa naiknya uap air laut di atas ketinggian gunung dan sunnah Allah SWT berupa tertahannya gumpalan awan yang berisi uap air pada ketinggian 8 mil), juga terdapat nikmat lain bagi manusia (sunnatullah yang ketiga) berupa bergeraknya awan yang telah berisi air itu menuju ke atas daratan yang dihuni manusia, hewan dan tumbuhan.

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ ۚ كَذَٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴿٥٧﴾

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS. Al-A’raf: 57).

Renungkanlah bagaimana ukuran kecepatan angin yang amat sesuai dengan berat dan kepekatan awan sehingga tidak membawa dampak kehancuran. Allah SWT telah memberikan beberapa pelajaran kepada kita dengan angin yang menghancurkan yang kecepatannya 75 mil per jam. Dan bila kecepatannya mencapai 200 mil per jam maka angin itu tidak akan menyisakan apapun. Dan agar Anda ketahui betapa besar pengaruh rahmat Allah SWT kepada kita ingatlah bahwa angin dengan kecepatan tinggi itu ada pada ketinggian  5 mil saja di atas kepala kita di mana arus angin dengan kecepatan 200 mil per jam tersebut berada 5 mil di atas permukaan laut. Jika angin dengan kecepatan 200 mil per jam ini turun beberapa mil saja pasti semua struktur kehidupan akan rusak setelah ia merusak sistem pengaturan hujan. Perlu diketahui bahwa daerah di atas angin penghancur ini adalah daerah yang tak berangin. Jika urutan ini terbalik maka rusaklah semua sistem yang telah ada. Anda lihat bagaimana perencanaan dan program yang amat sempurna di atas permukaan bumi ini.

Keempat, adalah sunnatullah turunnya hujan berupa butiran-butiran air yang kecil bukan air bah yang dapat menghancurkan segala sesuatu.

Kelima, sunnatullah mengalirnya sungai-sungai yang berpencar di permukaan bumi seperti pembuluh darah bagi tubuh manusia.

Keenam, sunnatullah menyerapnya sebagian besar air ke dalam bumi agar air tidak tercemar dan agar tanah laik untuk ditelusuri tanpa gangguan air.

Ketujuh, sunnatullah tersimpannya air di dalam bumi dengan jarak yang tidak jauh sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia berupa mata air atau sumur. Air ini tertahan oleh bebatuan yang seperti bejana penampung air sehingga tidak menembus ke kedalaman bumi yang tak terjangkau manusia.

Firman Allah SWT:

قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَصْبَحَ مَاؤُكُمْ غَوْرًا فَمَن يَأْتِيكُم بِمَاءٍ مَّعِينٍ﴿٣٠﴾

“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; Maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”” (QS. Al-Mulk: 30).

Jadi,

    Di bumi ini ada program sempurna yang bekerja di bawah perintah Penciptanya dengan amat rapi dan teratur.
    Ada juga di sana Sunnatullah yang tetap, berkadar, dan sangat rapi yang bekerja membentuk air hujan, mengangkat air dari laut ke ketinggian di atas gunung setelah dihilangkan unsur garamnya, kemudian air itu dikirim untuk semua makhluk yang membutuhkannya di tengah-tengah daratan luas dengan menurunkannya dalam bentuk tetesan lembut yang bermanfaat dan tidak membahayakan. Lalu ia menjadi sungai-sungai yang penuh manfaat atau diserap ke dalam bumi agar tidak menganggu kehidupan dan agar terjaga dari polusi serta menjadi cadangan air yang ditampung dengan jarak tidak jauh dari permukaan bumi oleh wadah dari bebatuan.

مُجِيْبُ الدُّعَاءِ

Yang Mengabulkan Doa

Tanyakan orang-orang bijak tentang rahmat Tuhan-mu Yang Maha Mengabulkan doa, tanyakan tentang pengabulan-Nya akan permohonan dan rintihan orang-orang yang terjepit dan terhimpit.

Tanyakan betapa banyak tanah tandus saat hujan tak jua turun, lalu kaum muslimin keluar seperti yang diajarkan Rasulullah SAW untuk menyeru Tuhan mereka sepenuh harapan. Ketika suatu kaum jujur dan tulus dalam doanya Allah SWT menjawab doa mereka dan menurunkan hujan yang penuh rahmat. Hal ini disaksikan dan dialami oleh jutaan kaum muslimin di segala penjuru bumi.

Itulah bukti nyata yang dengannya kita mengetahui bahwa Pencipta hujan adalah Zat yang Mengabulkan doa. Firman Allah SWT:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴿١٨٦﴾

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186).

Untuk Direnungkan:

    Siapakah Pemilik program sempurna dan bijaksana dalam pengaturan bumi?
    Siapakah yang telah menetapkan hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan yang amat teratur, detail, dan sempurna?
    Siapakah yang telah mendengar doa para pemohon dan menjawabnya? Menciptakan awan dan menurunkan hujan?
    Berhala tidak mampu berbuat sesuatu dan memikirkan apapun.
    Alam yang buta, tuli dan bisu tidak memiliki kehendak dan pengaturan.
    Ataukah ketiadaan yang menciptakan, memprogram, mengadakan, membentuk, menentukan ukuran, menyempurnakan, mendengar, dan menjawab? Padahal ketiadaan -  sesuai namanya – tidak memiliki wujud, lalu bagaimana mungkin keberadaan muncul dari suatu yang tidak ada?!
    Ataukah justru fenomena alam ini semua sedang berbicara kepada akal manusia bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Bijaksana, Maha Kuasa, Maha Detail Pengetahuan-Nya, Maha Mendengar, Maha Menjawab, Maha Pemberi rizki, Maha Menentukan waktu, Maha Penolong bagi hamba-Nya? Hukum-hukum dan ketetapan-ketetapan yang sempurna dan menentukan segalanya yang mengatur pembentukan hujan sedang berbicara kepada akal manusia tentang kekuasaan Tuhannya, sebagian sifat-sifat Penciptanya, keberadaan-Nya. Kalau bukan karena-Nya tidak ada satu pun aturan, kesempurnaan, dan perencanaan yang dapat kita saksikan sama sekali.

 

Pandanglah dan perhatikan awan wahai Saudaraku,

Bagaimana ia bak air yang terbang di udara

Allah mengirimnya untuk kita sebagai bukti rahmat-Nya

Hujan yang dibawanya, sudahkah engkau mensyukuri-Nya?

Ia tundukkan mentari yang menyinari lautan

Uap airnya naik melewati pegunungan

menuju langit dengan tepat ketinggian

Begitulah agar luput dari jangkauan

Kesimpulan:

    Allah SWT adalah Pencipta bumi dan semua pengaturan yang ada padanya.
    Allah SWT Dialah yang menundukkan matahari dan sinarnya yang panas untuk mengangkat uap air laut melewati ketinggian gunung.
    Allah SWT Dialah yang mengirim angin, menciptakan awan dan menurunkan hujan.
    Allah SWT Dialah yang mengalirkan sungai-sungai, memancarkan mata air, menampung air dalam tanah dengan wadah bebatuan dan tidak membuatnya hilang di kedalaman bumi.
    Allah SWT Dialah yang menciptakan manusia, hewan, dan tumbuhan kemudian menjamin makanan dan minuman mereka dengan menyediakan sepenuhnya sarana-sarana untuk memperolehnya.
    Allah SWT Dialah yang Maha Mendengar, Menjawab doa, Menyingkap kesusahan, dan Menyelamatkan hamba-Nya yang terhimpit.
    Berhala-berhala yang lemah dan alam yang bodoh, tuli dan bisu tidak akan mampu membuat, merencanakan, mendengar dan menjawab.

(hdn)
READ MORE - Awan, Cairan yang Mengambang

Kamis, 15 September 2011

Mengingat Mati, Cara Efektif Tundukkan Nafsu

SUATU hari sahabat Umar bin Khattab duduk bersama Rasulullah SAW. Kemudian datanglah seorang sahabat Anshar. Seraya memberi salam ia berkata: “Wahai Rasulullah, mukmin yang seperti apa yang paling utama?”. Beliau menjawab:”Yang paling baik akhlaknya”.

Sahabat itu bertanya lagi: “Mukmin seperti apakah yang paling cerdas?” Beliau menjawab: “Muslim yang paling cerdas adalah yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik mempersiapkan diri untuk sesudah kematian itu, mereka itulah orang-orang yang cerdas”(diriwayatkan oleh Imam al-Qurtubi dalam al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).

Nabi SAW menyebut orang yang ingat kematian dan mempersiapkannya itu sebagai orang cerdas, sebab orang seperti itu mengetahui hakikat hidup, dan mengindar dari tipuan-tipuan kehidupan.

Imam al-Qurtubi menyebutnya sebagai standar kecerdasan seorang manusia. Yakni tidak pernah melupakan sesuatu yang pasti dan persiapannya itu untuk hal-hal yang sesungguhnya dipastikan akan terjadi.

Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam bukunya Tanbih al-Mughtarin menyebut bahwa mengingat-ingat mati pada setiap langkah perbuatannya adalah salah satu karakter para salafuna sholih. Ketika setiap perbuatannya disertai mengingat mati, mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan tujuan ridla Allah.

Ternyata, cara tersebut mereka gunakan untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak dirasakannya sebagai maksiat. Diceritakan bahwa, ketika Sufyan al-Tsauri sedang bertadabbur mengingat-ingat mati, maka tidak seorang pun bisa membujuk dia. Jika ditanya tentang perkara dunia, ia menjawab: “Saya tidak tahu”.

Begitulah sikap Sufyan al-Tsauri ketika dirasa hatinya kurang mendekat kepada Allah SWT. Ia langsung bermuhasabah mengingat akhirat dan membayangkan pedinya sakaratul maut. Bahkan diantara mereka memiliki cara unik. Ia membuat ruangan khusus di rumahnya. Ruang khusus itu dibuat liang lahat seperti kuburan. Mereka masuk ruang tersebut sekedar untuk mengingat-ingat bahwa ia suatu saat akan mengalami dahsyatnya mati.

Rasulullah SAW bersabda: "Perbanyaklah olehmu mengingat-ingat kepada sesuatu yang melenyapkan segala macam kelazatan, yaitu kematian.” (HR. Turmudzi).

Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa, hadis Nabi SAW tersebut merupakan nasihat sekaligus peringatan. Bahwasannya mengingat mati itu perintah, sebab orang yang teringat kematian dengan sebenarnya pasti akan mengurangi sifat-sifat tamaknya terhadap dunia dan menghalanginya untuk berangan-angan yang tak berujung. Hadis itu juga peringatan bahwa, betap sakaratul maut itu sungguh ujian yang dahsyat.
Allah SWT berfirman betapa sulitnya sakaratul maut itu:

"Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang dzalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), 'Keluar-kanlah nyawamu". (QS. Al-An'am: 93).

Begitulah bagaiman maut itu menjemput orang dzalim. Seperti kulit terkelupas secara pelan-pelan dari ujung kaki hingga kepala.

Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani mengatakan, saat kata-kata kematian dan sakatul maut itu disebut, para salafuna sholih bergetar hatinya, bulu kuduknya berdiri membayangkan bagaiman hal itu akan terjadi pada dirinya suatu saat nanti. Tetesen air mata langsung jatuh dari dua matanya, memohon kepada Allah agar mengakhirkannya dengan khusnul khotimah dan dimudahkan dalam sakaratul maut.

Memperbanyak mengingat mati berarti memperbanyak amal kebaikan. Orang yang tidak beramal baik atau dia berbuat buruk berarti tidak ingat dirinya akan mati. Imam ad-Daqqaq berkata, "Barangsiapa memperbanyak mengingat mati, dia dikaruniai tiga perkara: Menyegerakan taubat, hati yang qana'ah, dan semangat beribadah." (Imam al-Qurtubi, al-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa Umuri al-Akhirah).

Jika kita kesulitan mengamalkan ikhlas atau tidak mampu mengontrol hawa nafsu, maka saat itu ingat-ingatlah bahwa kita kapan saja akan dijemput kematian yang tidak diduga-duga. Jika perlu kita contoh para ulama dahulu yang memiliki cara sendiri-sendiri, ada yang bertafakkur, muhasabah tentang kematian, ada yang membaca kitab atau hadis tentang mati atau ada pula yang sekedar melihat kubur (berziarah kubur).

Ingat-ingatlah akan firman Allah SWT:

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, ken-datipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS. An-Nisa`: 78).

Mengingat mati akan memusatkan fikiran ke negeri akhirat yang kekal. Jika manusia berada dalam kesulitan dan cobaan hidup, maka mengingat kematian akan memudahkan dia menghadapi cobaan tersebut.

Maka, saat kita mengingat kematian maka kita seperti terdorong untuk menjadikan akhirat ukuran segala-galanya. Setiap tutur kata, dan gerak-gerika ditimbang apa kah bermanfaat untuk menghadapi kematian kelak.

Seperti yang pernah dikatakan oleh Ibn Umar: "Jikalau engkau berpetang-petang, maka janganlah engkau menanti-nantikan waktu pagi dan jikalau engkau berpagi-pagi, janganlah engkau menanti-nantikan waktu petang - yakni untuk mengamalkan kebaikan itu hendaklah sesegera mungkin. Ambillah kesempatan sewaktu engkau berkeadaan sihat untuk mengejar kekurangan di waktu engkau sakit dan di waktu engkau masih hidup guna bekal kematianmu." (HR. Bukhari).

Maka, saat kita lalai, tak terasa bermaksiat kepada Allah SWT maka beberapa cara yang perlu dilakukan untuk mengingat mati, diantaranya; berziarah kubur, membaca kisah-kisah dan kitab tentang sakaratul maut serta merenungkannya, dan melihat orang yang meninggal.

Oleh sebab itu, mengingat mati memang telah digunakan para ulama salaf untuk menggugah semangat beribadah. Mengingat Allah SWT dan lebih mengikhlaskan amal perbuatan. Dan sudah tentu cara ini akan mematikan hawa nafsu.*/Kholili Hasib/www.hidayatullah.com
READ MORE - Mengingat Mati, Cara Efektif Tundukkan Nafsu

Senin, 12 September 2011

Hultah NWDI ke 76, Anas dan Hatta Sanjung NW

Lombok Timur - Minggu (11/9) kemarin, Nadlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) menggelar puncak acara peringatan Hari Ulang Tahun (Hultah) yang ke 76. Sekaligus memperingatan Haul al-Magfurullah Maulana Syekh Zainuddin Abdul Madjid pendiri NW. Hadir pada acara itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa sekaligus Menteri Koordinator Perekonomian dan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
“NW Insya Allah akan terus hadir dan bermanfaat bagi bangsa dan negara,” ungkap Anas. Utamanya terhadap peran pendiri NW, Almagfurullah Syekh Zainuddin Abdul Madjid menurut Ketum Demokrat itu sangat visioner. Sejarah Maulana Syekh, mengandung pembelajaran atas nilai-nilai kebaikan. Sangat jelas prinsip yang diajarkan. Yakni melahirkan masyarakat yang baik yang memegang keimanan dan ketakwaan. Iman dan taqwa merupakan fondasi dalam membangun umat.
Kegigihan perjuangan semenjak 76 tahun yang lalu kini menjadi pelita. Menjadi harapan bangsa. Menurut Anas, pendiri NW ini cukup pintar memilih skala prioritas pembangunan bangsa. “Kalau tidak ada NW, barangkali masih ada yang jahiliah,” ungkapnya. Dikatakan, perjuangan utama pendiri NW ini adalah melawan kebodohan alias jahiliah. Pendiri NW menanamkan pentingnya pendidikan untuk masa depan yang lebih baik.
Anas memberi istilah, dari Pancor untuk Indonesiaatas jasa almagfurullah. Pilihan perjuangan dalam bidang pendidikan sangat tepat. Karena pendidikan menjadi turbin penggerak. Tanpa pendidikan yang luas dan bermutu. Tanpa pendidikan yang banyak bisa dinikmati, diyakini Anas tidak akan mungkin bisa maju. Sementara itu, Hatta Rajasa dalam sambutannya menyanjung tokoh muda NW, TGH. M. Zainul Majdi yang juga Gubernur NTB. Zainul Majdi selaku Ketua Dewan Tanfiz Pengurus Besar NW itu merupakan tokoh muda yang luar biasa.
Diyakininya, di era kepemimpinannya NTB akan dibawa ke arah yang lebih maju. Terhadap pendiri NW, Hatta Rajasa menyampaikan peranannya sudah cukup besar. Kehadiran NW telah memberikan kebangkitan dan ispirasi dalam membangun islam yang toleran, megembangkan ilmu pengetahuan. Apa yang dirasakan NW saat ini, tidak lepas dari kegigihan perjuangan TGKH. Zainuddin Abdul Madjid tersebut.
“Tuan guru telah mengajak umat untuk fastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan). Membangun ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathoniah. Inilah kunci membangun bangsa,” demikian Hatta Rajasa.
Ajak Kompak
Selanjutnya, Tuan Guru Bajang dalam pemaparannya menyampaikan Hultah sebagai kesempatan membangun silaturrahmi. Menyambung tali persaudaraan (ukhuwah). Zainul Majdi mengajak agar tetap menjaga kekompakan dan kebersamaan. “Kompaklah dan jangan terpecah belah,” pesan Bajang. Ia menjelaskan, dimanapun kita membangun tidak mungkin bisa dicapai tanpa kebersamaan dan kekompakan.
Diyakini, membangun tanpa kekompakan akan terjadi kegagalan. “Membangun panti asuhan, membangun sarana umat tidak akan bisa terbangun kalau tidak kompak,” tegasnya. Menurut Gubernur NTB ini, kalau terjadi pertengkaran terus, kewibawaan akan hilang. “Besual terus marwah (kewibawaan) itu akan hilang,” ungkapnya. Tidak akan ada lagi orang yang hormat.
Diutarakan Tuan Guru Bajang, ajaran membangun kekompatan, persatuan dan kesatuan diajarkan oleh Almagfurullah Syekh Zainuddin Abdul Madjid. ‘’Marilah ajaran tersebut diamalkan. Nahdlatul Wathan fil khoir, Nahdlatul Wathan Fastabiqul Khoirot. Didirikannya NW pada hakikatnya mengajak kebaikan. (rus) Sumber: suarantb
READ MORE - Hultah NWDI ke 76, Anas dan Hatta Sanjung NW