LONDON - Ada sekitar 100 ribu mualaf di Inggris Raya yang kebanyakan adalah kaum wanita kulit putih. Berdasarkan studi organisasi Faith Matters, jumlah tersebut meningkat dibanding data 2001 sebanyak 60 ribu mualaf.
Studi Universitas Swansea menemukan sebanyak 5,200 penduduk Inggris tahun lalu telah memeluk Islam. Survei terhadap 122 mualaf tahun lalu menunjukkan sebanyak 56 persen mualaf merupakan warga Inggris berkulit putih. Sebanyak 62 persennya adalah kaum wanita.
Seperti dikutip thesun.co.uk, Samantha Wostear dan Dulcie Pearce mewawancarai tiga wanita mualaf. Emma Taylor, wanita usia 30 tahun asal Reading, adalah salah satunya. Jauh sebelum menjadi mualaf, Emma adalah gadis dugem yang menghabiskan waktu dengan berpesta.
''Saya tumbuh dalam lingkungan keluarga Katolik. Tapi, setelah lulus sekolah, pesta dan gaya hidup WAG menjadi agamaku,'' kata Emma. ''Saya suka membeli baju-baju seksi dan dugem bersama teman-temanku.''
Bekerja sebagai petugas administrasi di sebuah perusahaan, penghasilan Emma hanya sebesar 16 ribu poundsterling. Namun, Emma tahun lalu mulai menekan pengeluarannya dengan hidup berbagi rumah. Emma pun bisa menyisihkan penghasilannya untuk ditabung.
Hidayah lewat Shalat
Pada Januari tahun lalu, Emma mulai berpikir tentang kehidupannya yang hampa. Dia selalu bangun pagi dengan kondisi belum pulih dari hasil mabuk semalam. Emma tidak pernah memiliki hubungan yang serius dan panjang dengan lelaki. Dia juga tidak memiliki sebuah ambisi dalam kehidupannya.
Emma dalam kondisi terpuruk ketika teman Muslimnya suatu malam datang mengundangnya untuk makan malam. Susan, nama sang teman tersebut, lebih stabil dan berisi dibandingkan dengan teman-teman Emma lainnya.
''Saya selalu meminta nasehat kepada Susan. Padahal, dia lebih muda dua tahun dari diriku,'' kata Emma. ''Dia masuk Islam tiga tahun lalu.''
Ketika Emma masuk ke kamar Susan, Emma melihat Susan sedang shalat. ''Saya memerhatikannya dan dia terlihat begitu damai dengan kehidupannya,'' katanya.
Sejak saat itu, Emma mulai tertarik untuk mengetahui Islam lebih dalam. Emma sering bertanya kepada Susan tentang Islam. ''Tapi, Susan tidak mengguruiku. Dia justru menyarankan aku untuk mencari informasi tentang Islam lewat internet dan memintaku pergi ke masjid,'' ujarnya.
Perasaan Yang Aneh
Pada 2 Maret, Emma pergi ke masjid bersama Susan. ''Dia mengatakan bahwa saya harus memakai pakaian sopan. Dia memberiku jilbab,'' kata Emma. ''Itulah hari yang mengubah kehidupanku.''
Duduk bersama dengan muslimah lainnya, Emma mengaku dirinya saat itu merasakan suatu perasaan yang aneh. Dia merasakan sesuatu yang melegakan hatinya. Emma merasa permasalahannya selama ini langsung hilang.
Emma menyukai pertemuan yang dipisahkan antara kaum wanita dan pria. Dia menikmati rasa persaudaraan dalam pertemuan tersebut. ''Untuk pertama kalinya, saya merasakan sisi spiritualku hidup,'' katanya.
Masa Lalu
Dengan bantuan teman, Emma akhirnya memeluk Islam. Itu merupakan perubahan radikal dalam kehidupannya. Teman-temannya menilai Emma sudah gila.
Namun, Emma mencoba bertahan menghadapi orang-orang yang tidak menyukai keputusannya untuk masuk Islam. Dia kini memiliki komunitas Muslin sebagai teman baru yang berasal dari berbagai ras dan sangat terbuka.
''Saya sekarang shalat lima waktu sehari, membaca Alquran, pergi ke masjid dan disambut hangat oleh setiap orang. Banyak wanita kulit putih seumuranku,'' katanya.
Dugem dan pesta kini menjadi masa lalu Emma. Dia mengaku sudah tidak minum-minum lagi dalam enam bulan terakhir. Emma teringat ketika dia menyelinap-nyelinap untuk minum minuman keras pertama kali pada usia 13 tahun.
Emma kini mengenakan pakain abaya dan jilbab tiap kali pergi keluar rumah. Dia juga tidak lagi makan babi. ''Saya katakan kepada teman-temanku bahwa kesukaanku pada daging babi kini telah digantikan dengan kecintaanku terhadap agama baruku.''
Redaktur: Didi Purwadi
Sumber: www.thesun.co.uk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar